jump to navigation

Anugerah yang Terzholimi (Tentang Poligami) July 4, 2007

Posted by admin in 4. Nasehat, Sunnah Poligami.
trackback

Agama Islam yang dibawa oleh Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah disempurnakan oleh Allah -Subhanahu wa Ta’ala- sebagai rahmat bagi seluruh hamba-Nya, sehingga agama ini tidak butuh tambahan, pengurangan dan otak-atik.

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni`mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu”. (QS. Al-Ma`idah: 3)

Di antara rahmat Allah -Ta’ala- kepada hamba hamba-Nya, disyari’atkannya “poligami” (seorang laki laki memiliki lebih dari satu istri) berdasarkan dalil-dalil yang akan datang.

Namun berbicara masalah poligami akan mengundang berbagai tanggapan. Ada yang menanggapinya secara posotif dan ini datangnya dari ulama’ dan kaum beriman. Tetapi, ada pula yang menanggapinya secara negatif, bahkan menentangnya dengan keras di antara segelintir orang dari kalangan orang-orang munafiq, dan orang-orang yang jahil dari kaum wanita dan laki-laki. Berbagai alasan dilontarkan intuk menolak poligami, entah dengan alasan kecemburuan, emosi, atau tidak siap dimadu, bahkan dengan alasan ketidakadilan.

Mungkin dengan dasar inilah, ada seorang penulis wanita (kami tidak sebutkan namanya) berusaha menentang, dan menzholimi “anugerah poligami” ini untuk membela kaum wanita -menurut sangkaannya-, padahal sebenarnya ia menzholimi kaum wanita. Maka dia pun menuangkan “pembelaannya” (baca: penzholimannya) tersebut dalam bentuk tulisan yang dimuat oleh koran “Kompas”, edisi 11 Desember 2006, dengan judul, “Wabah itu Bernama Poligami”. Sebuah judul yang memukau bagi orang-orang jahil, terlebih lagi orang-orang munafiq. Namun hal itu sangat berbahaya bagi keimanannya, dan mengerikan bagi kaum beriman. Betapa tidak, dia telah berani menyebut poligami sebagai “wabah”, dan telah lancang berani menyebut syari’at yang Allah -Ta’ala- sendiri yang menurunkan-Nya sebagai “wabah”. Dia telah menghina, menentang dan mengingkari anugerah yang Allah berikan kepada hamba-Nya. Kalau wanita ini menganggap poligami adalah wabah, berarti dia telah menganggap bahwa Allah -Ta’ala- telah menurunkan wabah kepada para hamba-Nya,“Subhanallah wa -Ta’ala- ‘an qaulihim uluwwan kabiran !!!” Maha Suci, dan Maha Tinggi Allah atas apa yang mereka ucapkan.

Wanita untuk memuntahkan kebenciannya, dan penolakannya kepada syari’at poligami, maka ia pun tidak tanggung-tanggung membawakan hadits untuk menguatkan pendapatnya. Padahal hadits itu tidaklah menguatkan dirinya sedikitpun, bahkan menolak dengan kejahilannya: Wanita itu membawakan hadits, bahwa dilaporkan Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- marah ketika beliau mendengar putrinya Fatimah akan di poligami suaminya, Ali bin Abi Thalib. Beliau bergegas menuju mesjid, naik mimbar dan menyampaikan pidato, “Keluarga Bani Hasim bin Al-Mughiroh telah meminta izinku untuk menikahkan putri mereka dengan Ali Bin Abi Thalib saya tidak mengizinkan sama sekali kecuali Ali menceraikan putri Saya terlebih dahulu”. Kemudian Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- melanjutkan, “Fatimah adalah bagian dari-ku. Apa yang memggamggu dia adalah menggangguku dan apa yang menyakiti dia adalah menyakitiku juga”. Akhirnya, Ali bin Abi Thalib tetap monogami hingga Fatimah wafat.

Setelah membaca hadits diatas, mungkin kita akan menganggukkan kepala dan membenarkan wanita tersebut. Namun Saking “pandainya” wanita ini, ia lupa riwayat lain dalam Shohih Muslim (2449), “Sesungguhnya aku tidak mengharamkan yang halal dan tidak menghalalkan yang haram. Tapi, demi Allah, tidak akan berkumpul putri Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- dengan putri musuh Allah selamanya”. Artinya, Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- tidak mengharamkan atas umatnya sesuatu yang halal, yaitu poligami. Selain itu, Syaikh Al-Adawiy dalam Fiqh Ta’addud Az-Zaujat (126) berkata, “Di antara kekhususan Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-, putrinya tidak boleh dimadu. Ini yang dikuatkan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fath Al-Bari (9/329)”.

Perlu diketahui bahwa para sahabat sepeninggal Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-, bahkan Ali sendiri berpoligami setelah Fathimah wafat. Ali bin Rabi’ah berkata, “Dulu Ali memiliki dua istri”. [HR. Ahmad dalam Fadho’il Ash-Shohabah (no.889)]. Ini menunjukkan bahwa poligami tetap diamalkan oleh para sahabat sepeninggal Nabi –Shallallahu ‘alaihi wa sallam-, bukan bersifat kondisional !!

Lebih jauh lagi, Wanita itu mengomentari ayat berikut,

وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلَّا تَعُولُوا

“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”. (QS. An-Nisa`: 3)

Wanita ini berkata, “Ayat tersebut turun setelah perang Uhud, dimana banyak sahabat wafat di medan perang. Ayat ini memungkinkan lelaki muslim mengawini janda, atau anak yatim, jika dia yakin inilah cara melindungi kepentingan mereka, dan hartanya dengan penuh keadilan. Jadi, ayat ini bersifat kondisional”.

Yang menjadi pembahasan kita dalam perkataannya adalah bahwa ayat ini bersifat kondisional, padahal seandainya ayat ini bersifat kondisional, justru ayat ini sangat memungkinkan untuk diamalkan pada zaman sekarang, karena melihat perbandingan jumlah wanita jauh lebih banyak dibandingkan jumlah laki-laki. Oleh karena itu, poligami di saat sekarang ini mestinya lebih disemarakkan! Selain itu, para ulama membuat kaedah, “Barometer dalam menafsirkan ayat dilihat pada keumuman lafazhnya, bukan pada kekhususan sebab turunnya ayat tertentu”. Jadi, dilihat cakupan dan keumuman ayat di atas dan lainnya, maka mencakup semua lelaki yang memiliki kemampuan lahiriah.

Kemudian, dia pun mengomentari firman Allah berikut -layaknya sebagai ahli tafsir, padahal ia bukan termasuk darinya-,

وَلَنْ تَسْتَطِيعُوا أَنْ تَعْدِلُوا بَيْنَ النِّسَاءِ وَلَوْ حَرَصْتُمْ فَلَا تَمِيلُوا كُلَّ الْمَيْلِ فَتَذَرُوهَا كَالْمُعَلَّقَةِ وَإِنْ تُصْلِحُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا

“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri- isteri (mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. An-Nisa`: 129)

Wanita ini berkata dengan congkak, “Ayat ini dapat disimpulkan, Islam pada dasarnya agama monogami”. Pembaca -semoga dirahmati Allah- beginilah apabila menafsirkan ayat dengan penafsiran sendiri, tanpa mau melihat bagaimana para ulama tafsir ketika menafsirkan ayat-ayat Allah. Ayat ini justru menunjukan disyari’atkannya poligami. Dengarkan para ahli tafsir ketika mereka menafsirkan ayat di atas (QS. An-Nisa`: 129)

Ath-Thabariy -rahimahullah- berkata, “Kalian, wahai kaum lelaki, tak akan mampu menyamakan istri-istrimu dalam hal cinta di dalam hatimu sampai kalian berbuat adil di antara mereka dalam hal itu. Maka tidak di hati kalian rasa cinta kepada sebagiannya, kecuali ada sesuatu yang sama dengan madunya, karena hal itu kalian tidak mampu melakukannya, dan urusannya bukan kepada kalian”. [Lihat Jami’ Al-Bayan (9/284)]

Syaikh Muhammad bin Nashir As-Sa’diy-rahimahullah- dalam menafsirkan ayat di atas (QS. An-Nisa`: 129), “Allah -Ta’ala- mengabarkan bahwa suami tidak akan mampu. Bukanlah kesanggupan mereka berbuat adil secara sempurna di antara para istri, sebab keadilan mengharuskan adanya kecintaan, motivasi, dan kecenderungan yang sama dalam hati kepada para istri, kemudian demikian pula melakukan konsekuensi hal tersebut. Ini adalah perkara yang susah dan tidak mungkin. Oleh karena itu, Allah -Ta’ala- memaafkan perkara yang tidak sangup untuk dilakukan. Kemudian, Allah -Ta’ala- melarang sesuatu yang mungkin terjadi (yaitu, terlalu condong kepada istri yang lain, tanpa menunaikan hak-hak mereka yang wajib-pent),

فَلَا تَمِيلُوا كُلَّ الْمَيْلِ فَتَذَرُوهَا كَالْمُعَلَّقَةِ

Karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung”. (QS. An-Nisa`: 129)

Maksudnya, janganlah engkau terlalu condong (kepada istri yang lain) sehingga engkau tidak menunaikan hak-haknya yang wajib, bahkan kerjakanlah sesuatu yang berada pada batas kemampauan kalian berupa keadilan. Maka memberi nafkah, pakaian, pembagian dan semisalnya, wajib bagi kalian untuk berbuat adil di antara istri-istri dalam hal tersebut, lain halnya dengan masalah kecintaan, jimak (bersetubuh), dan semisalnya, karena seorang istri, apabila suaminya meninggalkan sesuatu yang wajib (diberikan) kepada sang istri, maka jadilah sang istri dalam kondisi terkatung-katung bagaikan wanita yang tidak memiliki suami, lantaran itu sang istri bisa luwes dan bersiap untuk menikah lagi serta tidak lagi memiliki suami yang menunaikan hak-haknya”. [Lihat Taisir Al-Karim Ar-Rahman (hal. 207)]

Lebih gamblang, seorang mufassir ulung, Syaikh Asy-Syinqithiy -rahimahullah- berkata dalam Adhwa’ Al-Bayan (1/375) ketika menafsirkan ayat di atas, “Keadilan ini yang disebutkan oleh Allah disini bahwa ia tak mampu dilakukan adalah keadilan dalan cinta, dan kecenderungan secara tabi’at, karena hal itu bukan di bawah kemampaun manusia. Lain halnya dengan keadilan dalam hak-hak yang syar’iy, maka sesuangguhnya itu mampu dilakukan”.

Jadi, dari komentar para ahli tafsir tadi, tidak ada di antara mereka yang berdalil dengan ayat itu untuk menolak poligami. Lantas kenapa wanita ini tak mau menoleh ucapan para ulama’ tafsir? Jawabnya, karena tafsiran mereka tidak tunduk kepada hawa nafsu wanita ini.

Adapun dalil dalil yang menunjukan disyariatkannya poligami antara lain, maka telah berlalu dalam (QS. An-Nisa`: 3).

Di antara dalil poligami, Seorang tabi’in, Sa’id bin Jubair, “Ibnu Abbbas berkata kepadaku: “Apakah engkau telah menikah ?” Aku menjawab “ Belum”. Ibnu Abbas berkata, “Maka menikahlah, karena sebaik baik manusia pada umat ini adalah orang yang paling banyak istrinya”. [HR. Al-Bukhariydalam Shohih-nya).

Satu lagi dalil poligami -namun sebenarnya masih banyak-, Anas bin Malik -radhiyallahu ‘anhu- berkata, “Termasuk sunnah jika seorang laki laki menikahi perawan setellah istri sebelumnya janda maka sang suami pun tinggal di rumah istri yang perawan ini selama tujuh hari maka sang suami tinggal dirumah istri yang janda selama tiga hari kemudian dia bagi”. [HR Bukhariy dalam Ash-Shohih]

Seorang ulama’ Syafi’iyyah, Al-Hafizh Ibnu Hajar -rahimahullah- dalam Fatul Bari (9/10) berkata, “Dalam hadits ini, ada anjuran untuk menikah dan meninggalkan hidup membujang”.

Setelah kita mengetahui dalil-dalil yang menunjukan disyari’atkannya seorang muslim, laki-laki maupun wanita melakukan poligami. Jadi, kami nasihatkan kepada diri kami dan para suami dan calon suami untuk menikah hingga empat orang istri, jika dia sanggup untuk berbuat adil dalam perkara lahirah, seperti, pembagian malam, dan nafkah. Adapun adil dalam perkara batin (seperti, cinta, kesenangan jimak, perasaan bahagia bersama dengan salah satu diantara mereka), maka ini bukan merupakan syarat berdasarkan hadits-hadits dari Nabi –Shallallahu ‘alaihi wa sallam– sebagaimana yang diterangkan oleh para ulama.

Terakhir, Kami nasihatkan kepada para wanita agar bersiap untuk dimadu dan berlapang dada untuk menerima anugerah poligami ini, serta tidak menentang syari’at poligami, karena ini adalah kekufuran. Samahatusy Syaikh Abdul Azizi bin Baz-rahimahullah- berkata, “Barangsiapa yang membenci sedikitpun dari sesuatu yang dibawa Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam-, meskipun dia mengamalkannya, maka sungguh dia telah kafir. Allah -Ta’ala- berfirman,

ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَرِهُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ

“Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka benci kepada apa yang diturunkan Allah (Al Qur’an) lalu Allah menghapuskan (pahala-pahala) amal-amal mereka”. (QS. Muhammad: 9)[Lihat Nawaqid Al-Islam]

Sumber : http://www.almakassari.com

Comments»

1. Agil - July 31, 2007

jadi, siapa wanita yang ingin mendaftar untuk dijadikan istri kedua…?

2. bahrunsolo - August 20, 2007

yess.. setuju, cuman bicara dengan apa yang disembunyikan dalam hati , Allah memerintahkan untuk tunduk kepada syariah. Cuman masalahnya, jarang ada wanita yang mau dimadu dan dijadikan madu

3. Destia - August 27, 2007

susah sekali untuk benar2 ikhlas ya..

4. yusfannia al khansa - September 6, 2007

hmm…………….

5. Tessar - September 7, 2007

dimadu itu ngga ada apa-apanya dibanding mencium harumnya surga Allah ‘Azza Wajalla apalagi menjadi penghuninya…. selamanya….

6. ros - September 12, 2007

smoga Allah berikan surga-Nya pada wanita dengan keridhoan hati dan ketuluasan jiwa….dan kpd pr….pemimpin…berlaku adillah sebagai mn yg terdapat pd surat ANNIsa….
hanya Dia-lah yg mengetahui apa yg tersirat d dalam hati para hambanya yg sholeh……..

7. didiek-yogya - September 23, 2007

saya setuju, but gmn bnr2 cara jaga hati agar tetap ‘hanif’ pd Alloh aja niatan itu, susah lho….

8. Siti Anggareni - October 1, 2007

Saya pernah punya kenalan seorang wanita yang Insya Alloh sangat menjunjung tinggi Al-Quran dan Sunnah Rasulullah SAW. Kala itu pembicaraan kami (saya dan temen beliau) berkisar masalah poligami. Kemudian temen bicara saya mengatakan bahwa “Teman saya sedang gusar”. Maka saya dan teman2 lain bertanya “Kenapa ia gusar?”.
Dijawab olehnya, “Ia gusar karena bingung dengan permintaan istrinya yang ingin dicarikan “adik” baginya… agar bisa masuk Surga, Insya Alloh”…
Teman2 yang lain mendengar hal itu tertawa.. Wong di kasih angin kok bingung.
Tapi saya justru tertegun mendengar hal itu….
Wanita yang cantik secara fisik, tidak mandul, malah MEMINTA suaminya untuk mencarikan dirinya “adik” karena ingin masuk surga. Bagi sebagian orang hal ini mungkin akan membakar jenggot….
Tapi, perhatikanlah wahai kaum Hawa… Saya adalah anak dari seorang ibu yang dimadu…. Dan insya Alloh tidak ada perasaan benci kepada madu ibu, kec. disaat-saat ibu saya merasa benci kepada madunya. Jadi, bagi pria yang ingin memutuskan beristri lebih dari 1, pastikan diri mampu berbuat adil seperti yang tertuang pada penjelasan artikel di atas. Dan kuatkan niat/ tekad untuk tidak termakan hasutan yang terucap melalui mulut-mulut para istri yang saling menjelekkan, karena itu bisa menyakitkan istri-istri yang dijelekkan…
Buat istri yang dimadu dan yang menjadi madu, jagalah lisanmu…
Seandainya “saudara-saudaramu” menjelek-jelekkan dirimu, sikapilah dengan arif, jangan sampai suamimu dan anak-anakmu membencinya…. Kalau sanggup berdamailah dengan saudara-saudaramu itu…

9. Abul izz - October 6, 2007

Semakin tinggi cobaan,maka pahalanya akan lebih besar pula

10. izzah - October 19, 2007

subhanaLlah…ad s orang akhwat yg tlah memski usia matang untuk sgra walimah dan ad s org ikhwah yang dtg untuk ta’aruf dan mnawarkan ta’adud. si akhwat yg komitmen thdp syariat mmutuskan utk mnerima khitbah dan bersedia dijadikan matsna kemudian mcoba mlobi ke org tua. qadra Allah, terjadi masalah dlm keluarga akhwat (bpk si akhwat mmiliki niatan untuk menikah lagi). si akhwat bnar2 mrasa tpukul melihat penderitaan ibu dan konflik dlm kluarganya. akhirnya si akhwat memutuskan utnk mbatalkan dn mnolak khitbah ikhwah tsb.
begitu realitas yg terjadi dlm masyarakat kt. sbagian besar msh m anggap ta’adud merupakan aib. smg kisah ini bs djadikan pelajaran dan smoga Allah memberikan kita (khususx akhwat) untuk lapang dada dan snannts istiqamah dalam ktundukan thdp syariah ” sami’na wa atha’na”

11. ishal - November 2, 2007

subhanallah

12. abuusamah88 - November 5, 2007

Subhanallah, bisa menjadi bantahan bwat dosen ana yg memperolok2 poligami sebagai sarana penyalus syahwat yg g terkendali, padahal beliau Muslim……….

Akhi jangan emosi seperti itu akh. Jika memang memungkinkan, sebaiknya bantah dosen antum dengan hikmah. Dia berkata seperti itu, bisa jadi karena dia jahil dan menuruti hawa nafsunya. Alhamdulillah dia masih punya mahasiswa seperti antum yang masih tau mana yang haq dan yang bathil

13. fateh - November 15, 2007

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Untuk saya nyang Awam bisa or tidak diadakan semacam Dauroh or Taklim di daerah Jakarta …ya..semacam pembelajaran sebelum melangkah (biar tau ilmunya terlebih dahulu)

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Wa’alaykumussalam warohmatullah wabarokatuh. Lebih baik cari bukunya aja, biar bisa jadi bahan pustaka. InsyaAllah udah banyak dijual tuh. Silahkan mampir coba ke al-ilmu.com, trus masukkan kata kunci “nikah”. Nanti kalau ada kesulitan/masalah bisa ditanyakan ke ustadz kalau ta’lim. Semoga bermanfaat.

14. Abdul A'la - November 20, 2007

Assalamu’alaikum
akhi, ana minta izin untuk memposting artikel2 antum di blog ana
di : http://almujahadah.blogspot.com/

15. munaqeebah - November 26, 2008

subhanalloh.. Semoga hati ini menjadi ikhlas.. Karena menentang poligami bisa jadi kedzaliman yang amat besar. Karena yang mengharapkan menikah bukan cuma segelintir wanita saja. Lalu bagaimana nasib wanita lain yang belum menikah.

16. ibnuromin al jakarty - May 20, 2009

semoga Alloh subhanahu wata’ala senantiasa menguatkan Iman dan Islam hamba-hambaNya yang ikhlash dalam berniat dan beramal..

17. Abu Fathurrahman - October 15, 2009

muslim sejati adalah mencintai sesama muslim seperti mencintai thd dirinya sendiri.WAHAI PARA MUSLIMAH YANG PUNYA SUAMI,SAYANGILAH PARA MUSLIMAH YANG MEYENDIRI UNTUK MENIKMATI SURGA DUNIA dan AKHIRAT DENGAN NIKAH WALAU POLYGAMI

18. Humayra - October 23, 2009

Bismillah.
Sami’na wa atha’na..

19. Wardianto - December 31, 2009

terus… kita kumandangkan seruan keimanan….
jangan sampai padam di hati kita semua..
Allahu Akbar..

20. abu tsuroyya - January 12, 2010

segera,insyaAlloh!!!

21. jasmine - January 25, 2010

Poligami adalah sarana perempuan untuk berjihad, untuk memuliakan sesama perempuan dengan se-baik2 tindakan nyata. Semoga semakin banyak di antara kaum perempuan yang berani berjihad dengan cara ini. Amin.

22. dinda - April 12, 2010

mmhh……berat sekali yah utk ikhlas dan ridho,.

Ya bagi kebanyakan orang, hal tersebut memang berat. Namun jika melaksanakannya dengan ilmu dan keyakinan akan sunnah Nabi-Nya, insyaAllah sedikit demi sedikit akan terasa ringan.

23. abu abdillah - April 28, 2010

bismillah…. di cari akhwat yang siap di ta’adud… hub ana 0857xxxxxxxx

Afwan akh, ini bukan tempat biro jodoh. Silahkan menghubungi ustadz atau orang-orang terdekat antum yang bisa membantu antum.

24. Al Muslimu - July 30, 2010

Bismilläh
yä ukhtì, rendahkanlah dirimu, kalahkanlah egomu, padamkanlah kesombonganmu! Ijinkanlah saudarimu yg lain merasakan kebahagiaan yg kau rasakan! Janganlah engkau merasa paling berhak memiliki suamimu! Janganlah merasa engkau paling berhak dicintai suamimu! Kecantikan yg kau banggakan saat ini, tidak kekal! Mgkn saat ini kau msh hidup brsma suamimu, tetapi Allöh maha Mampu atas segala ssuatu. Bagaimana kiranya jika engkau berada dlm posisi mereka? Paksalah dirimu ridho dan menerima. Smg Allöh memberikan hidayah taufiq pd hati-hati wanita muslimah

25. hermin - January 26, 2013

Alhamdulillaah 1 pun gda komen yg mencela ^_^ ini bukti bhw sdh byk yg menjln-kn ato mau menjln-kn sunnah Rosul 😀 ana akhwat yg ber#niqab,, baru skitar 2bln.. Tmn lalu bertamya “kata orang2 klo pke cadar ud siap dipoligami yah?” Ana jwb “dr sblm pke cadarpun ana ud mempersilakan suami utk berpoligami,ukhty”. Mga Allaah mempertemukn qt di Syurga-Nya yah ^_^ aamiiiiiin

26. S300474 - August 3, 2013

apa betul ada yang ikhlas dimadu ???


Leave a comment